Ribuan guru TPQ / Madin di Kabupaten Mojokerto perlu mendapat perhatian serius dari Pemda dan Kemenag baik menyangkut soal kesejahteraan maupun pembinaan SDM. Selama ini besaran nominal insentif yang diberikan kepada mereka terlalu kecil dan tidak ada kejelasan mengenai data tenaga pengajar yang menerima bantuan tersebut serta kesemrawutan dalam teknis pengalokasiannya. Kebijakan Pemda untuk mengalokasikan dana insentif sebesar Rp. 100.000,00 per guru TPQ dalam setahun adalah bentuk ketidakpedulian dan ketidakbertanggungjawaban pemerintah akan nasib mereka. Bisa dibayangkan, bahwa tiap guru TPQ mendapat bantuan pembinaan dari pemerintah daerah sebesar Rp. 8.000,00 per bulan. Lain halnya dengan Kemenag, untuk bantuan insentif bagi guru Madin relatif lebih besar meskipun teknik perekrutan tenaga pengajar masih mengalami banyak hambatan. Tiap guru Madin mendapat insentif kurang lebih sebesar Rp. 130.000 tiap bulan. Namun insentif tersebut tidak serta merta dapat dinikmati oleh semua guru Madin, sebab persyaratan untuk terdaftar menjadi guru Madin di Kemenag harus memiliki sertifikat. Persoalan ini semestinya tidak terjadi, jika pemegang kebijakan lebih responsif dan apresiatif terhadap persoalan tersebut.
Adapun ketidakjelasan teknis pengalokasian bantuan dan data pengajar cenderung disebabkan karena tidak adanya sinergisitas antara Pemda dan Kemenag. Contohnya adalah pembagian kerja untuk teknis pengalokasian insentif dan pembinaan tenaga pengajar antara MADIN dan TPQ. Di Kabupaten Mojokerto, untuk insentif MADIN ditangani Kemenag sedangkan untuk insentif guru TPQ, ditangani Pemda melalui Bagian Sosial. Pembagian wilayah kerja yang demikian, akan menimbulkan sedikitnya dua masalah. Pertama; Rentan dengan manipulasi data baik kelembagaan maupun jumlah tenaga pengajar. Hal ini disebabkan karena ketidakjelasan mengenai jumlah data dan perbedaan antara jenis kelembagaan apakah Madin ataukah TPQ. Kedua; Perbedaan jumlah besaran nominal insentif yang telah diberikan antara Depag dan Pemda adalah bentuk ketidakadilan. Yang dikhawatirkan adalah ada tenaga pengajar yang tidak dapat insentif sama sekali, Namun disisi lain ada tenaga pengajar yang mendapat bantuan dari kedua belah pihak.
Untuk itu: Pertama; Pemda dan Kemenag seharusnya lebih meningkatkan sinergisitas dengan berkoordinasi dan bermitra untuk menyelesaikan persoalan nasib guru TPQ dan MADIN baik dari sisi perapian data, pembinaan maupun kesejahteraan mereka. Karena nasib TPQ/MADIN merupakan tanggung jawab kedua belah pihak. TPQ/MADIN adalah termasuk Pendidikan Anak Usia Dini dan Kelompok Belajar yang hal ini termaktub dalam misi Pendidikan Islam (Kemenag) dan matrik kegiatan pokok Depdiknas dalam Program Bappenas. Kedua; Pemda dituntut lebih peduli akan nasib kesejahteraan guru TPQ/Madin dengan menaikkan dana pembinaan tenaga pengajar selaras dengan kebijakan desentralisasi pendidikan. Karena Pemerintah Daerah memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap penyelenggaran pendidikan di wilayahnya baik formal, informal maupun non formal.
Untuk itu Pemerintah Daerah semestinya membenahi kebijakan tersebut secepatnya. Karena hal ini terkait dengan penyelenggaraan tata kelola otonomi daerah pada sisi pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang memang sudah ada sejak era kemerdekaan. Kemudian persoalan penyelenggaraan pendidikan bukan saja termasuk urusan yang didesentralisasikan, tetapi bahkan menjadi urusan wajib yang harus diupayakan oleh pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan UU No. 32/1947; UU No. 4/1950; PP No. 65/1951; UU No. 5/1974; UU No. 2/1989; PP No. 28/1990; UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004. Lebih jelasnya lihat Pasal 11 ayat 2 UU No. 22/1999 dan Pasal 14 ayat 1 UU No. 32/2004.
Oleh karena itu, keberanian kepala daerah untuk meningkatkan dana pembinaan guru TPQ/MADIN untuk realisasi anggaran APBD 2011 adalah terobosan penggunaan anggaran yang berpihak pada nasib guru TPQ/MADIN. Namur, jika tidak ada perubahan akan minimnya insentif pembinaan yang diberikan Pemda pada tenaga pengajar TPQ tersebut, menurut saya, hal ini jelas sekali bertolak belakang dengan Undang-Undang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) yang menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBD. Juga tidak adanya kebijakan untuk menaikkan kesejahteraan guru TPQ/MADIN adalah merupakan bentuk ketidakseriusan kepala daerah untuk merealisasikan janji-janji politiknya yang tercantum dalam visi-misi mereka yang sudah disosialisasikan dan tentu saja sudah dibaca oleh masyarakat.